REVIEW - SPIDER-MAN: ACROSS THE SPIDER-VERSE

 


Hampir tiap minggu film bagus bermunculan. Kemudian tiap beberapa bulan, rilis film yang disebut "spesial" dan menjadi calon unggulan di musim penghargaan. Tapi film seperti Spider-Man: Across the Spider-Verse hanya muncul beberapa tahun sekali. Film seperti apa? Masterpiece.

Into the Spider-Verse (2018) mengingatkan adanya potensi tanpa batas, baik dalam animasi sebagai medium, maupun multiverse sebagai pondasi cerita. Across the Spider-Verse mengeksplorasi kebebasan ruang gerak itu secara lebih jauh. Alhasil ia pun memiliki segalanya. Visual indah, cerita emosional, hingga fan service selaku pemanis yang tak mendistraksi.

Kali ini kita memulai perjalanan dari semesta Gwen Stacy (Hailee Steinfeld) untuk mempelajari luka si Spider-Woman, yang selepas kematian Peter Parker, justru jadi target buruan sang ayah dari pihak kepolisian. Sebagaimana disampaikan Peter B. Parker (Jake Johnson), hampir seluruh varian manusia laba-laba dikenal jenaka. Tapi benang merah di antara mereka malah berwujud duka. Selalu ada kehilangan. 

 Spider Man Across The Spider Verse, spider-man-across-the-spider-verse,  spiderman, HD wallpaper | Peakpx

Biarpun masih dihiasi ragam visual warna-warni, tone milik Across the Spider-Verse memang cenderung melankolis, lebih kelam dibanding film pertama. Tidak banyak yang dapat memahami pergulatan batin para manusia laba-laba dengan identitas ganda mereka, apalagi saat kehilangan orang tercinta senantiasa mengikuti. 

Karena itulah hubungan Gwen dan Miles Morales (Shameik Moore) punya bobot emosi. Bukan pertemanan atau romantika biasa, melainkan proses menemukan sosok yang dapat mengangkat masing-masing individu dari kesepian. Keduanya bertemu lagi saat Gwen mengemban misi rahasia untuk memburu The Spot (Jason Schwartzman), supervillain dengan kemampuan membuka portal melalui noda hitam di tubuhnya, yang kebetulan juga tengah Miles hadapi. 

Spider-Man: Across the Spider-Verse Artwork Reveals Jack Kirby-Inspired  Universe

Miles dan Gwen berayun melintasi kota, kemudian duduk berdua di puncak gedung dalam posisi terbalik, sembari mengucapkan kata-kata hangat dari naskah buatan Phil Lord, Christopher Miller, dan David Callaham. Momen tersebut di-animasi-kan dengan cantik, namun "rasa" sesungguhnya berasal dari subteks yang tersimpan. Dua manusia yang menolak terikat gravitasi bumi, justru terikat kuat oleh hati masing-masing. 

Oh, tapi bagaimana Gwen bisa mengunjungi semesta Miles? Semua berkat grup bernama Spider-Society ciptaan Miguel O'Hara (Oscar Isaac) yang mengemban misi melindungi multiverse. O'Hara membuat gelang yang memungkinkan anggotanya melintas antar semesta dengan bebas. Tapi mengapa si penyandang nama Spider-Man 2099 nampak begitu membenci Miles? Jawabannya hadir dalam satu dari beberapa twist yang filmnya siapkan. 

Across the Spider-Verse memang menyimpan banyak kejutan di balik alur ambisiusnya. Seberapa ambisius? Meski bukan patokan utama, durasi 140 menit miliknya (animasi Hollywood terpanjang sampai saat ini) bisa memberi sedikit gambaran. Elemen multiverse bukan sekadar hiasan atau modus melempar easter eggs (walau tetap ada ruang bagi beberapa fan service yang ampuh memancing sorakan penonton), tapi dijadikan alat bercerita perihal berbagai hal, salah satunya takdir manusia. Akankah kita tunduk begitu saja pada "suratan", ataukah ada jalan yang bisa kita ciptakan? 

Spider-Man: Across the Spider-Verse Features Almost 100 Named Characters

Bukan protagonisnya saja yang berproses. The Spot mengawali karir kriminalnya sebagai lelucon. Miles menganggapnya "villain of the week" yang dapat dikalahkan di kala senggang. Kekuatannya pun nampak konyol. Tapi seiring waktu, ia pantas disebut sebagai salah satu villain paling mengerikan dalam film Spider-Man, baik animasi atau live-action. 

Cantik luar-dalam. Demikianlah Across the Spider-Verse. Visualnya yang sarat variasi bahkan sampai ke hitungan frame (banyak pernak-pernik bersifat "blink-and-you'll-miss-it") turut membawa detail informasi. Misal terkait penokohan, yang salah satunya nampak dari bagaimana Spider-Punk (Daniel Kaluuya) dihidupkan memakai gaya ala visual art subkultur punk.

Begitu pula emosi. Visualnya ikut menyampaikan emosi. Sapuan cat air di semesta Gwen yang nuansanya mengikuti dinamika batin karakter adalah favorit saya. Trio sutradaranya, Joaquim Dos Santos, Kemp Powers, dan Justin K. Thompson, paham betul betapa goresan warna di medium animasi bukan sebatas pamer gaya, namun wujud ekspresi rasa. 

comic Books, Marvel Comics, Spider Man, Spider Gwen, Miles Morales  Wallpapers HD / Desktop and Mobile Backgrounds

Lalu musik gubahan Daniel Pemberton datang untuk menyempurnakan Across the Spider-Verse sebagai sajian audiovisual yang lengkap. Ada momen di babak ketiganya yang tampil mencekam berkat ketepatan isian musik. Karena sama seperti rekan-rekannya di departemen visual, Pemberton menolak terpaku pada satu bentuk. Dibiarkannya nada-nada bergerak mengikuti ke mana rasa berjalan. 

Bisakah Beyond the Spider-Verse tahun depan menandingi pencapaian "kakaknya"? Butuh perjuangan ekstra serta hasil luar biasa agar bisa melakukannya. Tapi sekali lagi, seri Spider-Verse adalah soal ketiadaan batasan. Ketika rasa-rasa tadi kembali melebur, mungkin saja Miles bakal terbang lebih tinggi lagi.  

 

Komentar

  1. Artikel ini sangat bermanfaat buatku yang tidak mengikuti perkembangan Spiderman👍🏻

    BalasHapus
  2. Ini berbedakah dengan film Spiderman yg biasa tayang di bioskop trans tv?
    Peter parker mati kah? Aku ngga ngikutin runut serial spiderman ini

    BalasHapus
  3. Waah ulasan yang menarik Kak Anwar. Aku gagitu ngikut spiderman versi animasinya sih, tapi inget banget nih animasi selalu dicomparein sama the boy and the heron. Semua orang kek pada yakin yang menang oscar buat best animated feature spiderman across the spider verse, ternyata malah the boy and the heron yang menang kekeke

    BalasHapus
  4. Seriusan kak, pas aku baca bener-bener aah jadi spiderman begitu ceritanya. Secara dari kecil cuman kenal sebatas gmbarnya yang mumcul dimainan gambaran aku waktu kecil. Waaah seru ternyata ya ka spiderman.

    BalasHapus
  5. Biasanya nonton versi aslinya. Baru tau ternyata ada juga spiderman yang dikemas dalam bentuk animasi. Jadi tertarik nonton, nih.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meniti Jalan Menuju Mimpi

REVIEW - THE FLASH

REVIEW - ANCIKA: DIA YANG BERSAMAKU 1995